Aku berusaha mencintaimu sewajarnya,
Sebagaimana hujan yang terus kembali ke tanah,
Walau ia pernah berada dalam dekapan awan.
Aku masih disini dengan harapan dan cinta yang terus menjadi angan-angan,
Kemustahilan yang tidak bosan aku mungkinkan kepada dunia,
Bahkan semesta seolah angkat tangan dalam celotehan tak bermaknaku tentangmu.
Aku pernah berusaha melupakan,
Mencabut paksa benih-benih yang pernah tumbuh karena kekhilafanku,
Memangkas habis dongeng-dongeng indah mereka akan nikmatnya mencintai.
Tapi,
Aku harus tersungkur kembali kedalam ayunan memujamu.
Banyak suara-suara bermunculan yang menyuruhku berhenti.
Terlalu banyak tangan yang menghalangiku untuk terus mengikuti bayangmu.
Tapi dayaku terlalu kuat.
Daya untuk terus jatuh cinta denganmu setiap harinya.
Jangan heran jika aku mencinta dengan hebat.
Karena hatiku jauh lebih hebat menahan titik demi titik kecemburuan yang terus menetes dari perlakuanmu.
Aku salah, mungkin menurut sebagian orang.
Untuk mencintaimu, percayalah aku tidak punya daya untuk mengontrolnya.
Aku tidak berhak untuk memutuskan siapa yang harus ku cinta.
Hatiku lemah jika itu tentangmu.
Abaikan. Anggap ini kamuflase untuk terus menampik kenyataan yang terpampang jelas.
Kamu tahu,
Aku selama ini berlari di tempat,
Sering kali menjauhimu, tapi yang ada apa?
Aku kembali ketitik dimana aku tenggelam dalam dunia di balik matamu.
Aku terbawa arus akan untaian kata-kata indahmu yang bahkan di telinga umum itu hal yang biasa saja.
Dan akhirnya,
Aku terjebak. Lagi!
Disini, rasa mencintaimu yang dalam.
Maaf jika segala kegilaan ini bahkan merebut kenyamanan yang pernah ada diantara kita.
Maaf untuk rasaku yang terlalu membuncah hingga tiada kuasa untuk menahannya.
Maaf atas segala kekuranganku yang tidak mungkin aku sempurnakan di hadapanmu.
Maaf .
Maaf. Aku belum bisa menghabiskan hakku untuk tetap mencintaimu.
Mungkin selamanya.
Karena kau yang ku tunggu.
Bahkan ketika semua meninggalkanku.

No comments:
Post a Comment